Haji Entong gendut Pahlawan dari Condet 1916


Jumat Sore itu tanggal 22 Januari  2021 saya berkunjung ke situs Gedung "groeneveld" Dikenal juga sebagai gedung tinggi yang letaknya tidak jauh dari pinggir
Sungai Ciliwung. 
Perkiraan saya 200 meter an lah jaraknya dari gedung tersebut ke bantaran sungai. 

Saat itu hujan mulai turun akhirnya saya berteduh di bawah jembatan tanjung timur. 
Sambil berteduh saya membuat photo dan video sungai Ciliwung tersebut. 

Ada rasa penasaran tentang sejarah gedung tua tersebut . Kebetulan saya kenal salah satu budayawan Betawi yang ada di jalan damai condet batu Ampar namanya Naih Sofyan
Saya biasa memanggilnya babe Naih. 

Singkat cerita setelah beberapa kali janjian gagal akhirnya nya sore itu saya ngopi bareng si babe Naih. 

Tak banyak yang dapat di cerita oleh babe Naih kepada saya. 
Beliau mengatakan gedung tua itu di panggil gedong tinggi. Dulunya bekas rumah tuan tanah di condet dan masih menurut pengakuan beliau gedung itu pernah menjadi sekolah Rakyat yang salah satu muridnya adalah beliau sendiri. 

Photo hanya ilustrasi. 

Kemudian saya tanya tentang Pahlawan condet yang menentang Tuan tanah  ( hak Tanah Partikelir / acte van Edgindom) di condet 
Dengan nada suara yang agak berat beliau mulai menceritakan. 
Pada zaman dahulu ketika kompeni belanda berkuasa ada seorang Haji dan juga seorang jawara terpandang yang memperjuangkan nasib orang Betawi condet melawan penindasan Tuan Tanah kompeni Belanda
Pahlawan condet itu namanya Haji Entong Gendut. 
Yang menentang setiap penindasan kompeni terhadap penduduk kampung condet. 
Salah satu yang di benci olehnya adalah kebijakan bayar pajak atau blasting yang membuat orang condet sengsara. 
Tercatat biaya pajak sebesar 25 Cen perminggu merupakan peraturan Tuan tanah partikelir di condet. 
menurut catatan laporan dari pengadilan Distrik Mesteer Cornelis ( sekarang Jatinegara). Pada tahun 1913 pengadilan menangani 2000 perkara gagal bayar pajak
Tahun 1914 ada 500 perkara dan tahun 1915 ada 300 perkara. 
Photo ilustrasi sidang petani gagal bayar pajak blasting. 
Sumber. ANRI 1981:52

Akibat tidak sanggup bayar pajak kadang rumah orang kampung condet disita dan tidak jarang dibakar. 

Photo hanya ilustrasi


Atas dasar hal tersebut Haji Entong  Gendut dari Perguruan Maen pukul Silau Macan mengobarkan perlawanan terhadap kompeni dan antek - anteknya. 

Berdasarkan putusan pengadilan  Landraad van Mesteer Cornelis ddo. 14 November 1914 no. 4693 /1913 seorang petani condet bernama Taba wajib membayar sebesar 7,20 gulden dan ongkos perkara dan menyita seluruh harta bendanya. 
Sumber. ANRI 1981:52

Dalam bukunya Hikayat Jakarta Willard Hanna sejarahwan Indonesia asal Amerika Serikat menulis. " Penyitaan oleh pemerintah Hindia Belanda sangat lazim pada tahun 1900an.
Hal ini terjadi karena Rakyat tidak sanggup membayar blasting atau pajak tanah yang di tetapkan. 
Jumlah sangat fantastis hingga wajar dari blasting ini bisa menutupi 30% kebutuhan Belanda. 
Sumber. ArsipIndonesia.com/hendijo.

Tercatat dalam laporan asisten wedana Pasar Rebo yang di laporkan kepada Wedana bahwa di batu Ampar ada gerombolan pemberontakan yang di pimpin Haji Entong Gendut menghalangi proses eksekusi Tanah ki Taba. 

Dan akhirnya rumah ki Taba di beli oleh mandor Piroen. Seharga 4,50 gulden. 

Sejak kejadian tersebut Haji Entong gedut bertambah banyak pengikutnya yang kemudian berencana mengagalkan acara di rumah landhuis villa nova
Yang pada waktu itu sedang ada pesta tari Topeng yang meriah dan juga pesta perjudian dan Mabuk-mabukan. 

Pada tahun 1916 . Haji Entong Gendut beserta pejuang lainnya membubarkan acara pesta Lady Rollinson seorang Tuan Tanah berkebangsaan Inggris. 

Sartono dalam "protest movement in Rural java menyatakan PEMBERONTAKAN TJONDET memang tercatat dalam dokumentasi pemerintah Hindia Belanda februari 1916
Sumber. arsipIndonesia.com/hendijo/ 10 Juli/2014.

Pembubaran acara di gedung Groeneveld pada waktu membuat pemerintah Hindia Belanda memerintahkan  Melalui Wedana Mesteer yang menugaskan asisten wedana untuk membawa Haji Entong Gendut ke hadapannya. 

Tugas asisten Wedana menangkap Haji Entong gedut gagal karena di hadang oleh 50 orang pengikut Haji Entong gedut yang bersenjata lengkap. 
Pada kesempatan itu juga terjadi dialog antara Haji Entong Gendut dengan asisten Wedana
Bahwa tindakan nya  membubarkan pertunjukan Tari Topeng di gedung Groeneveld waktu itu karena ingin mencegah praktek perjudian sebagai ekses pertunjukan dan Ia juga mengecam tradisi mabuk-mabukan para Tuan Tanah. 

Sumber. ANRI. 1981:XLI, 54

Tanggal 8 april 1916
Dukungan terhadap gerakan Haji Entong Gendut terus bertambah. 
Salah satunya informasi dari Haji sadan penjaga gudang Nyonya Rollinson dan penjaga malam villa Nova (gedung Groeneveld) bernama Enceng. 

Anggota perkumpulan Haji Entong gendut semakin banyak dan diangkatlah Haji Entong gendut sebagai Raja Muda. Patihnya berjumlah 8 orang yaitu Ja, Tipis, Raidi, Sibi bin Jimin, Logod, Tipe, Gutar dan Usep. 
Sedangkan Toha dan Gani dari batu Ampar menjadi Mantri dan sekertaris. 
Anggota yang lain seperti Majar dan Djaimin ditugaskan merekrut sebanyak-banyaknya pengikut. ( pejuang). 
ANRI 1981: XLI

Gerakan Haji Entong gendut semakin mengancam pemerintah Hindia Belanda melalui surat yang di bawa oleh Muhawa dari kampung cililitan besar. 

Isi Surat sebagai mana tercantum dalam berita acara asisten Wedana Mesteer Cornelis 
( raden pringgodimejo) 

"Tjondet, Batu Ampar 9 April 1916
Dengan hormat, saya datang dengan ini untuk Wedana, Mantri dan Aparat Polisi. 
" Saya berharap semua yang  mengikuti ajaran Nabi Muhammad baik laki-laki maupun perempuan di orderdistrik Tandjong Pasar Rebo dapat diberitahukan agar berkumpul di rumah Raja Muda yang bernama Tong Gendut. 
Jika Wedana sendiri tidak datang ke rumah Raja Muda, Berhati-hatilah. 
Karena begitu banyak orang yang akan datang bertemu Raja Muda. 
Untuk Anda sebagai peringatan ini sangat mendesak dan Anda perlu datang besok pagi jam 8 . Jika tidak Wedana Pasar Rebo? ".

Setelah menyampaikan surat Muhawa langsung meloloskan diri. 

Sumber. ANRI 1981: 52.

Pemerintah Hindia Belanda segera melakukan operasi penangkapan Haji Entong Gendut. 

Pada tengah malam antara 9-10 april 1916
Rumah Raja muda Haji Entong Gendut dikepung. 
Dipimpin Wedana berusaha menangkap Hidup atau Mati. 

Saat itu
Haji Entong Gendut sedang Sembayang setelah selesai beliau keluar dari rumah dengan membawa benda panjang yang dibungkus kain putih ( semacam tombak) dan beberapa keris serta bendera merah dengan gambar bulat sabit berwarna putih di tengah-tengah nya. 
Sumber. ANRI, 1981:XLiii

Haji Entong Gendut berkata " Ik ben Radja Moeda oleh karena itu tidak perlu tunduk kepada siapapun termasuk hukum kolonial. 
Ia juga menegaskan siap berjihad fi sabilillah melawan polisi. 
"Wil de sabiloellah godsdienstoorlog met de politie vitvechten ".
Sumber. ANRI. 1981:59

Ketika Wedana memberikan perintah penangkapan, Haji Entong Gendut berteriak " Anak-anak ".  Kemudian muncul lah 200 orang bersenjata mengepung petugas pemerintah Kolonial. 
ANRI. 1981: XLiii

Wedana dan polisi kampung lari menyelamatkan diri namun Wedana berhasil di tangkap di sebuah rumah kosong. 
Begitu tahu Wedana seorang muslim juga Haji Entong Gendut tidak jadi membunuhnya. 
Kemudian Wedana di tawan. 

Pukul 02.00 dini hari asisten Wedana mendengar berita bahwa Wedana telah di tawan dan penangkapan Haji Entong Gendut gagal. 

Kemudian asisten Wedana meminta bantuan tambahan polisi dan militer. 
Sekitar jam 04.00 pagi pasukan bantuan yang dipimpin oleh Asisten Residen Mesteer Cornelis langsung bergerak ke batu Ampar ikut serta dalam rombongan tersebut asisten Wedana Pasar Rebo. 

Terjadi lah pertempuran sengit para pengikut Haji Entong Gendut bertempur sambil berteriak " Sabilillah tidak takut! Allahuakbar ".
Pengikut Haji Entong Gendut berdatangan sehingga bertambah banyak sambil mengibarkan bendera merah. 

Akibat tembakan yang sistematis pasukan Haji Entong Gendut kalah. Penduduk kampung memukul Bedug bertalu- talu tanda bahaya. 

April 1916 
Pasukan pemerintah Hindia Belanda berhasil menembak Haji Entong Gendut. Beliau mengalami luka parah dan meninggal dalam perjalanan kerumah sakit. 

Ada banyak versi kematian Sang Pahlawan Raja Muda Condet Haji Entong Gendut
Pertama. Meninggal di sungai Condet di batu Ampar. 
Kedua di buang kelaut oleh pemerintah Hindia Belanda. 

Haji Entong Gendut meninggalkan 3 orang anak Abdul Fikor, Aiyoso dan Aisyah
Sumber. Jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/518/Entonggendut ( 16 jan 2015   ) 

Kejadian ini di abadikan dalam sebuah pantun
" Ular kadut mati di kobak
Burung Betet makanin Laron
Entong Gendut mati di tembak
Orang Condet pada Buron ".

Demikian lah kisah Perjuangan Raja Muda dari Condet Haji Entong Gendut. 
Semoga bermanfaat. 

Segala jasa mu akan terus kami kenang untuk meneruskan perjuangan mu. 
Dan do'a kami menyertaimu selamat jalan pahlawan ku. 

Dikumpulkan kan dari berbagai sumber
Terima kasih untuk
Iim Imadudin " Perlawanan petani di tanah partikelir tanjoeng oost Batavia 1916
Wikipedia common
ANRI
Naih Sofyan Budayawan Betawi. 

Salam hormat dan mari kita jaga dan lestarikan sejarah dan budaya kita

Matsasih

Catatan
Jika berkenan menonton video nya klik di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAMPUNG CONDET sebuah simpul kebesaran Nusantara

Tjondet di kenal sejak tahun 1683